Sempat Hampir Menyerah karena Sesak Nafas Hebat &
Asam Lambung Tinggi, Ling Shen yao Membantu Proses
Pemulihan Saya dari Covid 19
Read the Journal
Yuyun, 75 tahun
Pandemi membuat saya harus semakin waspada, namun apa daya musuh yang tidak terlihat ini memang begitu sulit dihindari. Apalagi untuk saya yang telah berusia lanjut dan juga memiliki komorbid. Tentu saja virus ini bagi saya cukup mengkhawatirkan. Tapi nyatanya, sebagai ibu dari 3 anak dan 7 cucu yang telah berusia lanjut dan memiliki komorbid, saya tetap bisa bertahan.
Acara keluarga
Bulan April 2021 lalu saya genap berusia 75 tahun. Usia yang terbilang berisiko tinggi untuk bergejala berat jika sampai terpapar covid-19. Saat ini saya juga masih aktif menjalankan bisnis serta melakukan beberapa kegiatan social dari gereja. Saya sendiri notabene sudah terbiasa mandiri, apalagi sejak suami meninggal 15 tahun lalu. Setelah itu saya tidak ingin merepotkan anak atau cucu-cucu saya.
Selama pandemi ini sebenarnya saya sudah mengantisipasi dengan banyak melakukan aktivitas dari rumah untuk meminimalisir terpapar covid-19. Merawat tanaman, memasak, membaca, dan membatasi perkumpulan dengan hanya berkumpul bersama keluarga.
Namun siapa yang menyangka jika setelah acara makan malam bersama keluarga, saya harus berurusan dengan virus covid-19. Dan hingga akhirnya gejala terpapar covid-19 pun mulai bermunculan. Pertama kali yakni tepatnya pada tanggal 22 Juni 2021, saya mulai merasa tidak enak badan.
Ketika itu saya masih positif thingking jika ini hanya meriang seperti biasa. Jadi tidak begitu saya hiraukan. Namun gejala kian memburuk. Esoknya saya tiba-tiba jatuh, saya kehilangan keseimbangan saat hendak menaiki anak tangga. Ketika itu badan terasa tidak bertenaga dan sangat lemah.
Saat itu saya masih belum menyadari jika saya sudah terpapar. Saya hanya menganggap jika ini hanyalah sakit biasa. Saya baru tersadar setelah menantu saya memberikan kabar jika salah seorang kerabat yang mengikuti acara makan malam kemarin terdeteksi positif covid-19. Dan dari situlah kemudian saya beserta seluruh anggota keluarga mengikuti SWAB test.
Positif Covid-19
Seluruh anggota keluarga yang mengikuti jamuan makan malam akhirnya menjalani tes SWAB. Dari seluruh anggota yang ikut tes, 3 orang dinyatakan positif, salah satunya adalah saya. Jujur ketika itu saya merasa syok. Bagaimana tidak? Selain dari faktor usia, komorbid ashma yang saya miliki sejak masih muda cukup membuat saya khawatir akan memicu gejala berat seperti yang diberitakan di media.
Setelah hasil tes muncul saya langsung menjalani isolasi mandiri dirumah. Dirumah ini saya tinggal bersama anak saya yang bungsu dan dialah yang turut serta merawat saya dari awal sampai saya sembuh seperti sekarang ini.
Sejak hari pertama isoman, mulai muncul gejala-gejala covid-19. Hari pertama gejala batuk kering dan kemudian disusul demam di hari kedua. Sebenarnya ketika itu saya juga telah mengonsumsi obat pereda batuk dan demam, namun gejalanya belum benar-benar hilang. Masih hilang timbul.
Gejala baru mulai muncul di hari ketiga karena ketika itu saya mulai stress. Sakit kepala yang tak kunjung reda dan asam lambung yang kian tinggi sehingga membuat saya mual-mual. Akhirnya anak saya pun membuat keputusan untuk meminta tenaga medis memasangkan infuse obat lambung dan vitamin karena obat oral sudah tidak bisa masuk.
Selain itu, komorbid asma yang saya miliki dan kian tingginya asam lambung memicu munculnya gejala sesak nafas. Saturasi oksigenpun turun drastis hingga angka 88. Untuk menaikkan saturasi ke angka normal yakni 95, saya diharuskan untuk menggunakan alat bantu pernafasan (tabung oksigen). Kondisi saya kala itu sangat tidak stabil. Apalagi ketika sesak nafas saya kambuh.
Sesak nafas yang kian parah
Dari waktu ke waktu sesak nafas saya kian parah. Beberapa kali anak saya hendak membawa saya ke UGD, namun hal ini diurungkan karena hampir semua rumah sakit di Bandung penuh. Akhirnya lewat banyak pertimbangan diputuskan jika saya tetap dirawat dirumah, namun tentu saja dengan tetap berkonsultasi dengan kerabat saya yang juga berprofesi sebagai dokter.
Ketika sakit, saya mengonsumsi obat-obatan yang terkait dengan gejala yang muncul seperti obat demam, obat mual dan obat batuk. Sedangkan untuk imun booster-nya saya menggunakan obat herbal Ling Shen Yao. Obat herbal ini bukan obat baru, obat herbal Ling Shen Yao ini sudah sering digunakan keluarga Kami tak hanya untuk pengobatan, namun juga untuk menjaga daya tahan tubuh.
Sejak awal isoman, saya sudah mengonsumsi Ling Shen Yao untuk membantu menjaga dan meningkatkan daya tahan tubuh. Dan obat herbal inipun sangat membantu, khususnya ketika kondisi saya drop, yakni di hari ke-10 isoman. Saya saat itu merasa sangat lemah dan bahkan berat badan saya sampai turun 2,5kg. Makanan sulit masuk karena rasa mual yang belum reda. Apalagi ketika itu gejala anosmia juga mulai muncul.
Fase kritis
Mulai hari ke-10 isoman kondisi saya mulai turun drastis. Ketika itu saya ingat jika saya sangat tergantung dengan tabung oksigen. Jika regulator dilepas, saturasi saya bisa turun hingga angka 80. Kelangkaan oksigen saat itupun membuat saya kian was-was karena setidaknya saya membutuhkan 2 tabung oksigen ukuran 1m3 setiap harinya.
Hari ke-13 isoman saya mengalami puncak kritis. Saya merasakan gejala batuk berdahak namun dahaknya sangat sulit dikeluarkan. Selain itu sesak nafas pun kian menjadi. Bahkan volume regulator yang tadinya 2, harus dimaksimalkan hingga 6. Kondisi saya ketika itu kian lemah. Namun semangat dan doa dari anak-anak dan cucu saya itulah yang kemudian membuat saya harus berjuang.
Fase sembuh
Tuhan pun mendengar dan mengabulkan doa kami. Keesokan harinya saya merasa kondisi mulai terkendali. Sesak nafas mulai reda dan demam pun mulai turun. Badan pun berangsur pulih dan nafsu makan pun mulai membaik seiring dengan gejala mual dan anosmia yang mereda.
Di hari ke-15 hingga ke-21 isoman saya bisa merasakan jika daya tahan tubuh saya terus membaik. Dan saya merasakan jika ini juga adalah efek dari saya mengonsumsi Ling Shen Yao dengan rutin. Konsumsi rutin Ling Shen Yao mampu meningkatkan imun dimasa pengobatan dan penyembuhan. Di hari ke-21 saya melakukan tes PCR dan hasilnya negative.
Saya sangat bahagia dan berucap syukur pada Tuhan karena telah memberikan kesembuhan kepada saya, dan juga telah memberikan saya kesempatan untuk berkumpul bersama keluarga.
Itulah kisah saya. Dari cerita saya pribadi, disini saya sampaikan jika kita tidak pernah tahu bagaimana dan kapan kita akan terpapar virus, tugas kita yakni terus berikhtiar mencari kesembuhan dan jangan lupa pula untuk berdoa.